TEORI KOMUNIKASI - Social Penetration Theory (Teori Penetrasi Sosial)

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sebagai salah satu dari sekian banyak ilmu sosial, maka ilmu komunikasi mengkhususkan kajiannya pada fenomena human communication. Fenomena tersebut, dalam telaah aspek ontologis pada filsafat ilmu komunikasi disebut sebagai obyek forma ilmu, yakni obyek formanya ilmu komunikasi.
Fenomena human communication sendiri menurut Littlejohn terjadi pada beberapa level (konteks). Konteks tersebut terdiri dari : (1) interpersonal, (2) group, (3) public or rhetoric, (4) organizational dan (5) mass. Interpersonal communication deals with communication between people, usually in face to face, private settings. Group communication relates to the interaction of people in small groups, ususally in decision-making settings. Group communication necessarily involves interpersonal interaction, and most of the theories of interpersonal communication apply also at the group level. Public communication, traditionally focuses on the public presentation of discourse. Organizational communication occurs in large cooperative networks and includes virtually all aspects of both interpersonal and group communication. It encompasses topics such as the structure and function of organizations, human relations, communication and the process of organizing and organizational culture. Mass communication deals with public communication, usually mediated. Many aspects of interpersonal, group, public and organizational communication are involved in the process of mass communication (Littlejohn, 2005 : 11).
Terhadap sejumlah konteks terjadinya fenomena human communication itu, menurut catatan Gayatri (2006) para akademisi komunikasi telah berhasil merumuskan ratusan teori komunikasi. Dari jumlah tersebut, maka rumusan teori lebih banyak berasal dari hasil studi terhadap fenomena human communication pada level mass, dengan mana satu di antaranya yang sangat populer yaitu agenda setting theory. Sementara yang paling sedikit yaitu rumusan teori dari hasil studi terhadap fenomena pada level interpersonal. Salah satu teori komunikasi yang tergolong sebagai teori yang berupaya menjelaskan fenomena human communication pada level interpersonal, yaitu teori penetrasi sosial atau Social Penetration Theory. Teori ini dikemukakan oleh Irwin Altman dan Dalmas Taylor (Lihat, Griffin, 2003).


Keduanya melakukan studi yang ekstensif dalam suatu arena mengenai ikatan sosial pada berbagai macam tipe pasangan. Teori mereka menggambarkan suatu pola pengembangan hubungan, sebuah proses yang mereka identifikasi sebagai penetrasi soial. Penetrasi sosial merujuk pada sebuah proses ikatan hubungan dimana individu-individu bergerak dari komunikasi superfisial menuju ke komunikasi yang lebih intim. Keintiman tersebut ialah lebih dari sekedar keintiman fisik, dimensi lain dari keintiman termasuk intelektual dan emosional, dan hingga pada batasan-batasan dimana pasangan melakukan aktivitas bersama (West & Turner, 2006). Proses penetrasi sosial karenanya mencakup didalamnya perilaku verbal (kata-kata yang kita gunakan), perilaku non verbal (postur tubuh kita, sejauh mana kita tersenyum, dan sebagainya), dan perilaku yang berorientasi pada lingkungan (ruang antara komunikator, objek fisik yang ada didalam lingkungan, dan sebagainya).
Irwin Altman dan Dalmas Taylor menyatakan bahwa hubungan mengikuti suatu trayek (trajectory) atau jalan setapak menuju pendekatan. Selanjutnya mereka mengatakan bahwa hubungan bersifat teratur dan dapat diduga dalam perkembangannya. Karena hubungan adalah sesuatu yang penting dan “sudah ada dalam hati kemanusiaan kita” (Rogers & Escudero, 2004, hal, 3).
Diskusi awal mengenai Teori Penetrasi Sosial dimulai pada tahun 1960-an dan 1970-an, era dimana membuka diri dan berbicara terus terang dianggap sebagai strategi hubungan yang penting.

ISI

Pembahasan

Teori Penetrasi Sosial dipopulerkan oleh Irwin Altman & Dalmas Taylor (1973). Teori penetrasi sosial secara umum membahas tentang bagaimana proses komunikasi interpersonal. Teori yang menjelaskan proses terjadinya pembangunan hubungan interpersonal secara bertahap dalam pertukaran sosial. Terdapat 3 level, yaitu artificial level (awal hubungan), intimate level (hubungan dalam proses), very intimate level (hubungan yg lebih intim). Di sini dijelaskan bagaimana dalam proses berhubungan dengan orang lain, terjadi berbagai proses gradual, di mana terjadi semacam proses adaptasi di antara keduanya, atau dalam bahasa Altman dan Taylor: penetrasi sosial.
The social penetration theory menyatakan bahwa berkembangnya hubungan-hubungan itu, bergerak mulai dari tingkatan yang paling dangkal, mulai dari tingkatan yang bukan bersifat inti menuju ke tingkatan yang terdalam, atau ke tingkatan yang lebih bersifat pribadi. Dengan penjelasan ini, maka teori penetrasi sosial dapat diartikan juga sebagai sebuah model yang menunjukkan perkembangan hubungan, yaitu proses di mana orang saling mengenal satu sama lain melalui tahap pengungkapan informasi.
Altman dan Taylor (1973) membahas tentang bagaimana perkembangan kedekatan dalam suatu hubungan. Menurut mereka, pada dasarnya kita akan mampu untuk berdekatan dengan seseorang yang lain sejauh kita mampu melalui proses “gradual and orderly fashion from superficial to intimate levels of exchange as a function of both immediate and forecast outcomes.”
Altman dan Taylor mengibaratkan manusia seperti bawang merah. Maksudnya adalah pada hakikatnya manusia memiliki beberapa layer atau lapisan kepribadian, bagaimana orang melalui interaksi saling mengelupasi lapisan-lapisan informasi mengenai diri masing-masing. Jika kita mengupas kulit terluar bawang, maka kita akan menemukan lapisan kulit yang lainnya. Begitu pula kepribadian manusia.


Model Social Penetration Theory (Altman & Taylor, 1973)

  1. Tahap Pertama (Lapisan Pertama Atau Terluar Kulit Bawang)
Lapisan kulit terluar dari kepribadian manusia adalah apa-apa yang terbuka bagi publik, apa yang biasa kita perlihatkan kepada orang lain secara umum, tidak ditutup-tutupi. Dan jika kita mampu melihat lapisan yang sedikit lebih dalam lagi, maka di sana ada lapisan yang tidak terbuka bagi semua orang, lapisan kepribadian yang lebih bersifat semiprivate. Lapisan ini biasanya hanya terbuka bagi orang-orang tertentu saja, orang terdekat misalnya. maka informasinya bersifat superficial. Informasi yang demikian wujudnya antara lain seperti nama, alamat, umur, suku dan lain sejenisnya. Biasanya informasi demikian kerap mengalir saat kita berkomunikasi dengan orang yang baru kita kenal. Tahapan ini sendiri disebut dengan tahap orientasi.

  1. Tahap Kedua (Lapisan Kulit Bawang Kedua)

Tahap kedua (lapisan kulit bawang kedua) disebut dengan tahap pertukaran afektif eksploratif. Tahap ini merupakan tahap ekspansi awal dari informasi dan perpindahan ke tingkat pengungkapan yang lebih dalam dari tahap pertama. Dalam tahap tersebut, di antara dua orang yang berkomunikasi, misalnya mulai bergerak mengeksplorasi ke soal informasi yang berupaya menjajagi apa kesenangan masing-masing. Misalnya kesenangan dari segi makanan, musik, lagu, hobi, dan lain sejenisnya.

  1. Tahap Ketiga (Lapisan Kulit Bawang Ketiga)
Tahapan berikutnya adalah tahap ketiga, yakni tahap pertukaran afektif. Pada tahap ini terjadi peningkatan informasi yang lebih bersifat pribadi, misalnya tentang informasi menyangkut pengalaman-pengalaman privacy masing-masing. Jadi, di sini masing-masing sudah mulai membuka diri dengan informasi diri yang sifatnya lebih pribadi, misalnya seperti kesediaan menceritakan tentang problem pribadi. Dengan kata lain, pada tahap ini sudah mulai berani “curhat”.

  1. Tahap Ke empat (Lapisan Kulit Bawang Kee mpat)
Tahap ke empat merupakan tahapan akhir atau lapisan inti, disebut juga dengan tahap pertukaran yang stabil. Pada tahap tersebut sifatnya sudah sangat intim dan memungkinkan pasangan tersebut untuk memprediksikan tindakan-tindakan dan respon mereka masing-masing dengan baik. Informasi yang dibicarakan sudah sangat dalam dan menjadi inti dari pribadi masing-masing pasangan, misalnya soal nilai, konsep diri, atau perasaan emosi terdalam.

Kedekatan kita terhadap orang lain, menurut Altman dan Taylor, dapat dilihat dari sejauh mana penetrasi kita terhadap lapisan-lapisan kepribadian tadi. Dengan membiarkan orang lain melakukan penetrasi terhadap lapisan kepribadian yang kita miliki artinya kita membiarkan orang tersebut untuk semakin dekat dengan kita. Taraf kedekatan hubungan seseorang dapat dilihat dari sini.
Dalam perspektif teori penetrasi sosial, Altman dan Taylor menjelaskan beberapa penjabaran sebagai berikut:
Pertama, Kita lebih sering dan lebih cepat akrab dalam hal pertukaran pada lapisan terluar dari diri kita. Kita lebih mudah membicarakan atau ngobrol tentang hal-hal yang kurang penting dalam diri kita kepada orang lain, daripada membicarakan tentang hal-hal yang lebih bersifat pribadi dan personal. Semakin ke dalam kita berupaya melakukan penetrasi, maka lapisan kepribadian yang kita hadapi juga akan semakin tebal dan semakin sulit untuk ditembus. Semakin mencoba akrab ke dalam wilayah yang lebih pribadi, maka akan semakin sulit pula.
Kedua, keterbukaan-diri (self disclosure) bersifat resiprokal (timbal-balik), terutama pada tahap awal dalam suatu hubungan. Menurut teori ini, pada awal suatu hubungan kedua belah pihak biasanya akan saling antusias untuk membuka diri, dan keterbukaan ini bersifat timbal balik. Akan tetapi semakin dalam atau semakin masuk ke dalam wilayah yang pribadi, biasanya keterbukaan tersebut semakin berjalan lambat, tidak secepat pada tahap awal hubungan mereka. Dan juga semakin tidak bersifat timbal balik.
Ketiga, penetrasi akan cepat di awal akan tetapi akan semakin berkurang ketika semakin masuk ke dalam lapisan yang makin dalam. Tidak ada istilah “langsung akrab”. Keakraban itu semuanya membutuhkan suatu proses yang panjang. Dan biasanya banyak dalam hubungan interpersonal yang mudah runtuh sebelum mencapai tahapan yang stabil. Pada dasarnya akan ada banyak faktor yang menyebabkan kestabilan suatu hubungan tersebut mudah runtuh, mudah goyah. Akan tetapi jika ternyata mampu untuk melewati tahapan ini, biasanya hubungan tersebut akan lebih stabil, lebih bermakna, dan lebih bertahan lama.
Keempat, depenetrasi adalah proses yang bertahap dengan semakin memudar. Maksudnya adalah ketika suatu hubungan tidak berjalan lancar, maka keduanya akan berusaha semakin menjauh. Akan tetapi proses ini tidak bersifat eksplosif atau meledak secara sekaligus, tapi lebih bersifat bertahap. Semuanya bertahap, dan semakin memudar.
Dalam teori penetrasi sosial, kedalaman suatu hubungan adalah penting. Tapi, keluasan ternyata juga sama pentingnya. Maksudnya adalah mungkin dalam beberapa hal tertentu yang bersifat pribadi kita bisa sangat terbuka kepada seseorang yang dekat dengan kita. Akan tetapi bukan berarti juga kita dapat membuka diri dalam hal pribadi yang lainnya. Mungkin kita bisa terbuka dalam urusan asmara, namun kita tidak dapat terbuka dalam urusan pengalaman di masa lalu. Atau yang lainnya.
Karena hanya ada satu area saja yang terbuka bagi orang lain (misalkan urusan asmara tadi), maka hal ini menggambarkan situasi di mana hubungan mungkin bersifat mendalam akan tetapi tidak meluas (depth without breadth). Dan kebalikannya, luas tapi tidak mendalam (breadth without depth) mungkin ibarat hubungan “halo, apakabar?”, suatu hubungan yang biasa-biasa saja. Hubungan yang intim adalah di mana meliputi keduanya, dalam dan juga luas.
Keputusan tentang seberapa dekat dalam suatu hubungan menurut teori penetrasi sosial ditentukan oleh prinsip untung-rugi (reward-costs analysis). Setelah perkenalan dengan seseorang pada prinsipnya kita menghitung faktor untung-rugi dalam hubungan kita dengan orang tersebut, atau disebut dengan indeks kepuasan dalam hubungan (index of relational satisfaction). Begitu juga yang orang lain tersebut terapkan ketika berhubungan dengan kita. Jika hubungan tersebut sama-sama menguntungkan maka kemungkinan untuk berlanjut akan lebih besar, dan proses penetrasi sosial akan terus berkelanjutan.
Altman dan Taylor merujuk kepada pemikiran John Thibaut dan Harold Kelley (1952) tentang konsep pertukaran sosial (social exchange). Menurut mereka dalam konsep pertukaran sosial, sejumlah hal yang penting antara lain adalah soal relational outcomes, relational satisfaction, dan relational stability.
Thibaut dan Kelley menyatakan bahwa kita cenderung memperkirakan keuntungan apa yang akan kita dapatkan dalam suatu hubungan atau relasi dengan orang lain sebelum kita melakukan interaksi. Kita cenderung menghitung untung-rugi. Jika kita memperkirakan bahwa kita akan banyak mendapatkan keuntungan jika kita berhubungan dengan seseorang tersebut maka kita lebih mungkin untuk membina relasi lebih lanjut.


Analisis Masalah
Permasalahannya sekarang adalah, apakah proses penetrasi lewat interaksi yang terjadi pada suatu pasangan selalu terjadi dalam proses yang linier melalui empat tahapan itu? Menurut Altman dan , dengan mengacu pada teori pertukaran sosial dari John Thibaut dan Harold Kelley, itu tergantung pada setiap individu suatu pasangan dalam melihat untung ruginya hubungan yang mereka buat terhadap diri mereka masing-masing. Jika setiap individu menilai bahwa hubungan tersebut pada setiap tahapnya (tahap 1, 2 dan 3) bisa saling menguntungkan diri masing-masing, maka tahapan tersebut akan berlanjut hingga tahap empat. Namun bila yang terjadi sebaliknya, misalnya sejak tahap pertama menuju tahap kedua sudah dinilai telah  terjadi penurunan keuntungan dan peningkatan kerugian, maka hubungan akan merenggang atau tahapan berikutnya tidak akan terjadi di antara sesama individu dalam suatu pasangan.
Lalu, apakah ukuran bagi setiap individu dalam suatu pasangan dalam menentukan dilanjutkan tidaknya tahapan-tahapan hubungan dalam suatu proses penetrasi sosial lewat interaksi? Menurut Altman dan Taylor, ada dua standar ukuran bagi keseimbangan antara cost and rewards. Pertama comparison level (CL): Ukurannya adalah kepuasan yang dicapai seseorang dalam hubungan yang dibuatnya. Kedua, comparison level of alternatives (CL alt). Ukuran yang digunakan adalah hasil terendah atau terburuk dalam konteks cost and reward yang sifatnya dapat ditolerir seseorang dengan mempertimbangkan alternatif-alternatif yang dimiliki seseorang.
  1. Rewards (Ganjaran)
Ialah setiap akibat yang dinilai positif yang diperoleh seseorang dari suatu hubungan. Ganjaran berupa uang, penerimaan sosial, atau dukungan terhadap nilai yang di pegangnya. Nilai suatu ganjaran berbeda-beda antara seseorang dengan yang lain dan berlainan antara waktu yang satu dengan waktu yang lain. Buat orang kaya, mungkin penerimaan sosial (social approval) lebih berharga dari pada uang. Buat si miskin, hubungan interpersonal yang dapat mengatasi kesulitan ekonominya lebih memberikan ganjaran dari pada hubungan yang menambah pengetahuan.
  1. Cost (Biaya)
Ialah akibat yang dinilai negatif yang terjadi dalam suatu hubungan. Biaya itu dapat berupa waktu, usaha, konflik, kecemasan, dan keruntuhan harga diri dan kondisi-kondisi lain yang dapat menghabiskan sumber kekayaan individu atau dapat menimbulkan efek-efek yang tidak menyenangkan.
  1. Outcomes (Hasil atau Laba)
Adalah ganjaran dikurangi biaya. Bila seorang individu merasa dalam suatu hubungan interpersonal, bahwa ia tidak memperoleh laba sama sekali, ia akan mencari hubungan lain yang mendatangkan laba.
  1. Comparisons Level (Tingkat Perbandingan)
Ialah menunjukan ukuran baku (standar) yang dipakai sebagai kriteria dalam menilai hubungan individu pada waktu sekarang. Ukuran baku ini dapat berupa pengalaman individu pada masa lalu atau alternatif hubungan lain yang terbuka baginya.

Dengan kata lain, ukuran pertama berarti, bahwa individu suatu pasangan akan terus melakukan hubungan sampai ke tahap inti bila ia menilai hubungan tersebut menguntungkannya. Sementara pada ukuran kedua, meskipun hubungan yang dibuat menurut ukuran cost and rewards kurang menguntungkan bagi individu dari suatu pasangan, namun karena mengingat pertimbangan-pertimbangan tertentu terhadap hubungan yang dibuat, maka hubungan tersebut akan tetap dilakukannya.
Dalam masa-masa awal hubungan kita dengan seseorang biasanya kita melihat penampilan fisik atau tampilan luar dari orang tersebut, kesamaan latar belakang, dan banyaknya kesamaan atau kesamaan terhadap hal-hal yang disukai atau disenangi. Dan hal ini biasanya juga dianggap sebagai suatu “keuntungan”.
Akan tetapi dalam suatu hubungan yang sudah sangat akrab seringkali kita bahkan sudah tidak mempermasalahkan mengenai beberapa perbedaan di antara kedua belah pihak, dan kita cenderung menghargai masing-masing perbedaan tersebut. Karena kalau kita sudah melihat bahwa ada banyak keuntungan yang kita dapatkan daripada kerugian dalam suatu hubungan, maka kita biasanya ingin mengetahui lebih banyak tentang diri orang tersebut.
Yang pertama, terkait dengan relative satisfaction (kepuasan relatif): seberapa jauh hubungan interpersonal tersebut dapat membuat kita bahagia atau justru tidak bahagia. Thibaut dan Kelley menyebut hal ini sebagai comparison level.
Misalkan saja kita ambil contoh ketika kita mengobrol dengan kekasih kita melalui telpon. Jika kita biasanya berbincang melalui telpon dengan kekasih kita dalam hitungan waktu 1 jam, maka angka 1 jam akan menjadi tolak ukur kepuasan kita dalam hubungan tersebut. Jika ternyata kita mengobrol lebih lama dari 1 jam, katakanlah 1 jam 30 menit maka kita akan menilai hal tersebut lebih dari memuaskan. Akan tetapi begitu pula sebaliknya, jika ternyata kita hanya berbincang kurang dari 1 jam kita cenderung menganggap obrolan kita tersebut kurang memuaskan. Ini memang hanya salah satu faktor saja dalam menilai kepuasan dalam hubungan via telpon tersebut. Faktor lainnnya yang juga dijadikan pertimbangan adalah nada bicara, intonasi, topik yang dibicarakan, kehangatan bicara, dan seterusnya.
Selain itu, comparison level kita dalam hal pertemanan, asmara, hubungan keluarga, banyak dipengaruhi oleh bagaimana sejarah hubungan interpersonal kita di masa lalu. Kita menilai nilai suatu hubungan berdasarkan perbandingan dengan pengalaman kita di masa yang lampau. Kita cenderung menyimpan secara baik kenangan kita dalam hubungan interpersonal dengan pihak lain untuk dijadikan semacam perbandingan dalam hubungan interpersonal kita di masa sekarang dan di masa depan. Ini juga tolok ukur yang sangat penting.
Yang kedua, oleh Thibaut dan Kelley disebut sebagai the comparison level of alternatives. Pada tahapan ini kita memunculkan suatu pertanyaan dalam hubungan interpersonal kita. Kita mulai mempertanyakan kemungkinan apa yang ada di luar hubungan yang sedang dijalani tersebut. Pertanyaan tersebut antara lain “Apakah saya akan mendapatkan keuntungan yang lebih banyak jika saya berhubungan dengan orang yang lain?” atau pertanyaan “Kemungkinan terburuk apa yang akan saya dapatkan jika saya tetap berhubungan dengan orang ini?”.
Semakin menarik kemungkinan yang lain di luar hubungan tersebut maka ketidakstabilan dalam hubungan kita akan semakin besar. Dalam hal ini terkesan teori pertukaran sosial ini lebih mirip dengan kalkulasi ekonomis tentang untung-rugi, memang. Banyak pihak yang menyebutkan teori ini sebagai theory of ecomonic behavior.
Tidak seperti comparison level, comparison level of alternatives tidak mengukur tentang kepuasan. Konsep ini tidak menjelaskan mengapa banyak orang yang tetap bertahan dalam suatu hubungan dengan orang yang sering menyiksa dirinya, sering menyakiti.
Maka menurut teori ini, kunci dari suatu hubungan yang akan tetap terbina adalah sejauh mana suatu hubungan itu memberikan keuntungan, sejuah mana hubungan tersebut mampu menghasilkan kepuasan, sejauh mana hubungan tersebut tetap stabil, dan tidak adanya kemungkinan yang lain yang lebih menarik daripada hubungan yang sedang mereka jalani tersebut.
Altman dan Taylor juga hampir secara konsisten menggunakan perspektif untung-rugi dalam menilai atau mengukur suatu relasi interpersonal. Pertanyaannya yang pertama muncul adalah sejauh mana kita akan konsisten dalam menilai yang mana yang merupakan keuntungan dan yang mana yang merupakan kerugian bagi diri kita dalam hubungan tersebut? Dan pertanyaan yang kedua adalah sejauh mana kita akan terus bersifat egois dalam suatu hubungan dengan orang lain?
Kita juga sering merasa bahwa dalam suatu hubungan interpersonal bahwa segalanya tidak melulu tentang diri kita, tentang apa keuntungan yang kita dapatkan dalam hubungan tersebut. Bahkan kita seringkali merasa senang bahwa teman kita mendapatkan suatu keuntungan atau kabar yang menggembirakan. Walaupun hal itu bukan terjadi pada diri kita, ternyata kita juga mampu untuk turut berbahagia. Hal ini juga tidak mampu dijelaskan dalam teori tersebut.


PENUTUP

Kesimpulan
Social Penetration Theory (Teori Penetrasi Sosial) telah muncul sejak lebih dari 30 tahun yang lalu.Altman dan Taylor telah mengemukakan sebuah model menggugah rasa ingin tahu, untuk melihat perkembangan suatu hubungan. Karena kelahiran teori ini pada masa dimanaketerbukaan adalah suatu budaya, SPT tidak lepas dari evaluasi para ahli
  Teori ini mengambarkan suatu pola pengembangan hubungan, sebuah proses yang diidentifikasi sebagai penetrasi social. Penetrasi social merujuk pada sebuah proses ikatan hubungan dimana individu-individu bergerak dari komuikasi superficial menuju ke komunikasi yang lebih intim.

Asumsi Teori Penetrasi Sosial

  1. - Hubungan-hubungan memiliki kemajuan dari tidak intim menjadi intim
  2. - Secara umum, perkembangan hubungan sistematis dan dapat diprediksi
  3. - Perkembangan hubungan mencakup depenetrasi (penarikan diri) dan disolusi
  4. - Pembukaan diri adalah inti dari perkembangan hubungan

Analogi Bawang

Di dalam teori ini juga terdapat sebuah analogi yang menggambarkan bagaimana teori ini dapat di aplikasikan. Analogi bawang merupaka analogi yang dapat menjelaskan bagaimana proses penetrasi sosial dalam sebuah hubungan itu dapat terjadi. Pada analogi bawang ini, terdapat pembagian-pembagian tingkat penetrasi sosial berdasarkan lapisan-lapisan yang ada di bawang tersebut.
Lapisan-lapisan itu diibaratkan sebagai suatu proses kedalaman interaksi yang terjadi. Mulai dari lapisan hingga lapisan dalam, dimana memiliki proses yang masing-masing berbeda. Disitu terdapat beberapa pengkategorian berdasarkan lapisan itu, pertama: kematian, kedua: pernikahan, ketiga: pendidikan dan ketiga: kencan.


Tahapan Proses Penetrasi Sosial

Orientasi: membuka sedikit demi sedikit
Merupakan tahapan awal dalam interaksi dan terjadi pada tingkat publik. Disini hanya sedikit dari kita yang terbuka untuk orang lain.
  • Pertukaran penjajakan afektif: munculnya diri
Dalam tahap ini, merupakan perluasan area publik dari diri dan terjadi ketika aspek-aspek dari kepribadian seorang individu mulai muncul.
  • Pertukaran afektif: komitmen dan kenyamanan
Ditandai dengan persahabatan yang dekat dan pasangan yang intim. Dalam tahap ini, termasuk interaksi yang lebih “tanpa beban dan santai”.
  • Pertukaran stabil: kejujuran total dan keintiman
Tahap terakhir ini merupakan tahapan dimana berhubungan dengan pengungkapan pemikiran, perasaan dan perilaku secara terbuka yangmengakibatkan munculnya spontanitas dan keunikan hubungan yang tinggi.


Kelemahan dan Kekuatan Teori Penetrasi Sosial

Kekuatan Teori Penetrasi Sosial
Salah satu kekuatan dalam teori ini adalah fakta bahwa ia dapat digunakan untuk melihat wajah kedua untuk menghadapi interaksi interpersonal serta interaksi online antara individu. kekuatan lain melibatkan kegunaan dari teori ini dalam memandang dan menilai risiko dalam suatu hubungan interpersonal tergantung pada jenis hubungan serta tingkat saat pengungkapan diri dan keintiman di dalamnya.

Kelemahan Teori Penetrasi Sosial
Kelemahan dari teori ini termasuk fakta bahwa faktor-faktor lain yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi pengungkapan diri tidak dinilai. Budaya dan karakteristik demografi seperti jenis kelamin, ras, usia, dan banyak lagi, akhirnya mungkin memiliki efek pada bagaimana seseorang memilih untuk mengungkapkan informasi. Selain itu, juga mungkin sulit untuk menggeneralisasi informasi yang dinilai menggunakan teori ini karena fakta bahwa pengalaman tertentu, nilai-nilai, dan keyakinan dari seorang individu juga mungkin memiliki efek pada cara di mana ia memilih untuk mengungkapkan informasi.
Kritik terhadap Teori Penetrasi Sosial

Teori ini sendiri tidak terlepas dari sejumlah kritikan. Ada kritikan yang menyatakan bahwa seringkali cepat-lambatnya suatu hubungan tidak bersifat sengaja atau mampu diprediksikan sebelumnya. Ada kalanya ketika kita dengan terpaksa harus cepat mengakrabkan diri dengan seseorang tertentu, dan kita tidak memiliki pilihan yang lain. Teori tersebut tidak mampu menjelaskan soal ini.
Teori ini juga tidak mengungkapkan persoalan gender dalam penjelasannya. Padahal perbedaan gender akan sangat berpengaruh kepada persoalan keterbukaan-diri dalam relasi interpersonal. Bahkan penelitian selanjutnya dari Altman dan Taylor mengungkapkan bahwa males are less open than females.
Kritik terhadap teori penetrasi sosial adalah bahwa prediksi teori ini gagal dibuktikan dengan data di lapangan. Misalnya, menurut teori penetrasi sosial, proses timbal balik self-disclosure terjadi pada awal hubungan. VanLear melihat bahwa self-disclosure sering terjadi justru pada kawasan pertengahan pembicaraan semiprivat dari proses penetrasi. Teori ini juga menysebutkan bahwa ketidakcocokan muncul sesuai dengan kecepatan dari self-revelation (pembukaan rahasia) yang tidak terduga. Namun John Berg menemukan bahwa teman sekamar di kampus dapat memutuskan apakah mereka akan terus sekamar atau tidak, hanya dalam beberapa minggu.
Selain itu, teori ini menjelaskan bahwa suatu hubungan berakhir karena terjadi kemunduran proses penetrasi di mana kedua belah pihak tidak lagi membagi hal-hal yang bersifat pribadi dengan lawan bicaranya. Penemuan Betsy Tolstedt menunjukkan bahwa self-disclosure seringkali meningkat secara dramatis justru di tahap final dari kemerosotan hubungan.
Salah satu kritik lain terhadap pemikiran Teori Penetrasi Sosial (Altman & Taylor) adalah adanya keraguan apakah setiap orang senantiasa berorientasi ekonomi. Analisa kritik ini dimulai dengan mengulas mengenai teori penetrasi sosial. Teori ini bermula dari teori pertukaran sosial yang menyatakan segala bentuk relasi sosial manusia berdasarkan pada bentuk-bentuk pertukaran di antara para pelaku interaksi sosial tersebut. Selanjutnya teori ini diterapkan dalam bentuk komunikasi interpersonal, dimana dasar melakukan komunikasi karena adanya prinsip transaksi antar pelaku komunikasi.
Altman & Taylor menyatakan bahwa kepribadian manusia berlapis-lapis seperti lapisan bawang. Setiap lapisan menunjukkan kedalaman kepribadian seseorang. Pada umumnya saat berkomunikasi, manusia hanya mengaktifkan lapisan terluar. Sedangkan lapisan-lapisan dalam hanya dapat diakses oleh antar pelaku komunikasi yang memiliki hubungan dekat. Kedalaman penetrasi menujukkan kedalam pengungkapan probadi oleh sesorang. Oleh karena sifat komunikasinya antar individu, maka komunikasi dalam teori ini termasuk komunikasi interpersonal.
Altman dan Taylor mengibaratkan manusia seperti bawang merah, memiliki beberapa layer atau lapisan kepribadian. Lapisan kulit terluar dari kepribadian manusia adalah apa-apa yang terbuka bagi publik, apa yang biasa kita perlihatkan kepada orang lain secara umum, tidak ditutup-tutupi. Lapisan yang sedikit lebih dalam lagi, ada lapisan yang tidak terbuka bagi semua orang, lapisan kepribadian yang lebih bersifat semiprivate. Lapisan ini biasanya hanya terbuka bagi orang-orang tertentu saja. Lapisan yang paling dalam adalah wilayah private, di mana di dalamnya terdapat nilai-nilai, konsep diri, konflik-konflik yang belum terselesaikan, emosi yang terpendam, dan semacamnya. Lapisan ini tidak terlihat oleh dunia luar, oleh siapapun, akan tetapi lapisan ini adalah yang paling berdampak atau paling berperan dalam kehidupan seseorang.
Dalam perspektif teori penetrasi sosial, Altman dan Taylor menjelaskan beberapa hal yaitu pertama kita lebih sering dan lebih cepat akrab dalam hal pertukaran pada lapisan terluar dari diri kita. Semakin mencoba akrab ke dalam wilayah yang lebih pribadi, maka akan semakin sulit pula.
Kedua keterbukaan-diri (self disclosure) bersifat timbal-balik, terutama pada tahap awal dalam suatu hubungan. Pada awal suatu hubungan kedua belah pihak biasanya akan saling antusias untuk membuka diri, dan keterbukaan ini bersifat timbal balik. Tapi semakin dalam atau semakin masuk ke dalam wilayah yang pribadi, keterbukaan tersebut semakin berjalan lambat dan semakin tidak bersifat timbal balik.
Ketiga penetrasi akan cepat di awal akan tetapi akan semakin berkurang ketika semakin masuk ke dalam lapisan yang makin dalam. Akan ada banyak faktor yang menyebabkan kestabilan suatu hubungan tersebut mudah runtuh, mudah goyah. Akan tetapi jika ternyata mampu untuk melewati tahapan ini, biasanya hubungan tersebut akan lebih stabil dan dan bertahan lama.
Keempat depenetrasi adalah proses yang bertahap dengan semakin memudar. Maksudnya adalah ketika suatu hubungan tidak berjalan lancar, maka keduanya akan berusaha semakin menjauh. Akan tetapi proses ini tidak bersifat eksplosif atau meledak secara sekaligus, tapi lebih bersifat bertahap. Semuanya bertahap, dan semakin memudar.
Dalam teori penetrasi sosial, kedalaman suatu hubungan adalah penting. Tapi, keluasan ternyata juga sama pentingnya. Dalam beberapa hal tertentu yang bersifat pribadi kita bisa sangat terbuka kepada seseorang yang dekat dengan kita, tetapi bukan berarti juga kita dapat membuka diri dalam hal pribadi yang lainnya. Karena hanya ada satu area saja yang terbuka bagi orang lain. Maka terdapat hubungan yang mendalam tetapi tidak meluas (depth without breadth) dan luas tapi tidak mendalam (breadth without depth). Hubungan intim adalah dalam dan luas. Dalam (depth) adalah jumlah informasi yang tersedia pada tiap topik, sedangkan luas (breadth) merupakan susunan yang berurutan atau keragaman topik yang merasuk ke dalam kehidupan individu.
Dalam teori penetrasi sosial terdapat empat langkah perkembangan hubungan yaitu:
1. Orientation yang mengandung komunikasi impersonal di mana seseorang memberitahu hanya informasi yang sangat umum mengenai dirinya sendiri. Jika tahap ini menghasilkan reward pada partisipan mereka akan bergerak ke tahap berikutnya.
2. The Exploratory Affective Exchange yaitu perluasan / ekspansi awal informasi dan gerakan menuju level lebih dalam dari disclosure itu terjadi.
3. Affective Exchange yang memusatkan pada perasaan evaluatif dan kritis pada level yang lebih dalam.
4. Stable Exchange adalah keakraban yang sangat tinggi dan mengijinkan partner untuk meramalkan setiap tindakan pihak lain dan menanggapinya dengan sangat baik.
Seberapa dekat dalam suatu hubungan menurut teori penetrasi sosial ditentukan oleh prinsip untung-rugi (reward-costs analysis). Setelah perkenalan dengan seseorang pada prinsipnya kita menghitung faktor untung-rugi dalam hubungan kita dengan orang tersebut, atau disebut dengan indeks kepuasan dalam hubungan (index of relational satisfaction). Altman dan Taylor merujuk kepada pemikiran John Thibaut dan Harold Kelley (1952) tentang konsep pertukaran sosial (social exchange). Menurut mereka dalam konsep pertukaran sosial, sejumlah hal yang penting antara lain adalah soal relational outcomes, relational satisfaction, dan relational stability.
Dalam hal prinsip untung rugi ini, seolah-olah setiap manusia senantiasa berorientasi ekonomi. Hal ini mungkin saja bisa terjadi pada masyarakat modern yang cenderung liberal dan kapitalistis. Dimana hal ini kurang dapat berkembang di Indonesia, yang memiliki corak budaya feodalisme yang kental, sosialisme gotong royong yang sangat kuat, dimana bentuk hubungan bukan saja ditentukan oleh prinsip untung rugi, namun juga patronisasi status sosial setiap orang dan budaya ramah tamah yang tidak hanya merujuk pada prinsip untung rugi namun juga kecenderungan untuk berbasa-basi sebagai bentuk hubungan rutin bertetangga dan bermasyarakat.
Menurut teori pertukaran sosial, kita sebenarnya kesulitan dalam menentukan atau memprediksi keuntungan apa yang akan kita dapatkan dalam suatu hubungan atau relasi dengan orang lain. Karena secara psikologis apa yang dianggap sebagai “keuntungan” tadi berbeda-beda tiap-tiap orang. Teori pertukaran sosial mengajukan dua standar umum tentang apa-apa yang dijadikan perbandingan atau tolok ukur dalam mengevaluasi suatu hubungan interpersonal.
1. Relative satisfaction (kepuasan relatif): seberapa jauh hubungan interpersonal tersebut dapat membuat kita bahagia atau justru tidak bahagia. Thibaut dan Kelley menyebut hal ini sebagai comparison level.
2. Yang kedua, oleh Thibaut dan Kelley disebut sebagai the comparison level of alternatives. Pada tahapan ini kita memunculkan suatu pertanyaan dalam hubungan interpersonal kita. Kita mulai mempertanyakan kemungkinan apa yang ada di luar hubungan yang sedang dijalani tersebut.
Dalam hal ini, sangat jelas bahwa prinsip Teori Penetrasi sosial menyatakan bahwa setiap hubungan yang terbentuk ditentukan oleh prinsip untung rugi. Namun, saat itupulalah kritik terhadap hal ini muncul, bahwa seringkali cepat-lambatnya suatu hubungan tidak bersifat disengaja atau bisa diprediksikan sebelumnya. Ada kalanya ketika kita dengan terpaksa harus cepat mengakrabkan diri dengan seseorang tertentu, dan kita tidak memiliki pilihan yang lain.
Kita juga sering merasa bahwa dalam suatu hubungan interpersonal bahwa segalanya tidak melulu tentang diri kita, tentang apa keuntungan yang kita dapatkan dalam hubungan tersebut. Bahkan kita seringkali merasa senang bahwa teman kita mendapatkan suatu keuntungan atau kabar yang menggembirakan. Walaupun hal itu bukan terjadi pada diri kita, ternyata kita juga mampu untuk turut berbahagia. Hal ini juga tidak mampu dijelaskan dalam teori tersebut
Dalam kaitanya dengan karakteristik masyarakat dan budaya Indonesia, menurut Ferdinand Tonnies (dalam Sztompka, Piotr, 2005) kita mengenal Paguyuban (gemeinschaft) dan patembayan (gessellschaft) sebagai bentuk organisasi sosial. Paguyuban merupakan bentuk kehidupan bersama di mana anggota-anggota diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta bersifat kekal. Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang memang telah dikodratkan. Kehidupan tersebut bersifat nyata dan organis sebagaiman dapat diumpamakan dengan organ tubuh manusia atau hewan. Bentuk paguyuban terutama akan dapat dijumpai di dalam keluarga, kelompok kerabatan, rukun tetangga, dan lain sebagainya. Suatu paguyuban mempunyai beberapa ciri pokok, yaitu sebagai berikut.:
1. Gemeinschaft by blood, yaitu Gemeinschaft yang mendasarkan diri pada ikatan darah atau keturunan. Didalam pertumbuhannya masyarakat yang semacam ini makin lama makin menipis, contoh : Kekerabatan, masyarakat-masyarakat daerah yang terdapat di DI. Yogyakarta, Solo, dan sebagainya.
2. Gemeinschaft of placo (locality), yaitu Gemeinschaft yang mendasarkan diri pada tempat tinggal yang saling berdekatan sehingga dimungkinkan untuk dapatnya saling menolong, contoh : RT dan RW.
3. Gemeinschaft of mind, yaitu Gemeinschaft yang mendasarkan diri pada ideologi atau pikiran yang sama., seperti agama.
Sedangkan Patembayan merupakan ikatan lahir yang bersifat pokok untuk jangka waktu yang pendek bersifat sebagai suatu bentuk dalam pikiran belaka serta strukturnya bersifat mekanis sebagaimana dapat diumpamakan dengan sebuah mesin. Bentuk patembayan terutama terdapat di dalam hubungan perjanjian yang berdasarkan ikatan timbal balik misalnya ikatan antarpedagang, organisasi pegawai dalam suatu pabrik atau industri. Bentuk organisasi sosial ini adalah yang paling cocok untuk menjelaskan penerapan teori penetrasi sosial, dimana hubungan timbal balik, percampuran berbagai kepentingan pribadi atau kelompok sangat mendasari terbentuknya hubungan.
Dalam konteks karakteristik masyarakat dan budaya Indonesia, kritik atas Teori Penetrasi sosial dapat di jelaskan oleh bentuk masyarakat Paguyuban, dimana hubungan terbentuk dari sesuatu hubungan batin yang murni, bersifat alamiah dan kekal. Dimana ikatan darah dan keturunan, kekerabatan kedaerahan, rasa gotong royong dalam bertetangga serta kedekatan karena kesamaan agama dan kepercayaan, lebih emndasari terbentuknya hubungan daripada hanya sekedar prinsip untung rugi dalam teori penetrasi sosial ini.
DAFTAR PUSTAKA

Griffin, Emory A., A First Look at Communication Theory, 5th edition, New York: McGraw-Hill, 2003, page 132—141
Littlejohn, Stephen W, 2005, Theories of Human Communication, eighth edition, Thomson Learning Inc., Wadsworth, Belmont, USA.
Sztompka, Piotr, Sosiologi Perubahan Sosial (alih bahasa oleh Alimandan), Prenada Media, Jakarta: 2005
West, Richard; Turner, Lynn H; Introducing Communication Theory : Analysis and Application (alih bahasa oleh Maria Natalia Damayanti Maer), Salemba Humanika, Jakarta: 2008
http://ardhyanaandmediastudies.blogspot.com/2010/07/teori-penetrasi-sosial-irwin-altman-dan.html


Posting Komentar

0 Komentar